Kamis, 15 Desember 2011

Nasi, Garam & Minyak Jelantah


Siang itu setelah shalat dzuhur, Indra masih bermandikan keringat stelah mengikuti aksi penolakan kenaikan harga BBM beberapa waktu yang lalu. Didepan patung Gubernur Suryo yang merupakan lokasi dari aksi tersebut, Indra meneguk es saridele yang dia beli.
Setelah meneguk minuman dingin tersebut, Indra kebingungan untuk membuang plastik pembungkus es saridele yang masih tersisa tersebut. Karena kebingungan, maka Indra pun akhirnya meletakkan begitu saja ditempat duduk disekitar air mancur yang ada didaerah itu. Namun tiba-tiba saja seorang pemuda bertampang lesuh, tubuhnya kurus kering, mendekati tempat diletakkannya sampah plastic tersebut, lalu meminum minuman sisa Indra tersebut. Setelah puas meminum minuman tersebut, maka dia segera meninggalkan tempat tersebut.
Sesampai dirumah, menjelang maghrib Indra kembali teringat dengan peristiwa tadi siang. Dia benar-benar terganggu dengan peristiwa itu. “Bagaimana mungkin masih ada orang yang mau minum minuman sisa orang lain?” pikirnya. Dia juga kembali teringat dengan peristiwa masa kecilnya. Ketika itu, salah seorang temannya mengatakan bahwa makanan sehari-harinya adalah nasi, garam, dan minyak jelantah.
Indra benar-benar tidak habis pikir. Mengapa masih banyak orang yang menikmati hal-hal yang selama ini dia anggap sisa atau sampah. Dia benar-benar malu dengan semua peristiwa yang terjadi tersebut. Betapa orang-orang tersebut mampu menghargai nikmat Tuhannya, hingga mereka benar-benar mensyukuri segala sesuatu yang menurut orang lain dianggap sebagai sisa, bahkan sampah. Mereka telah memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga, karena selama ini Indra selalu menganggap bahwa dirinya serba kekurangan, namun masih saja menyia-nyiakan nikmat yang Allah berikan karena jarang sekali ia mensyukuri keadaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar